Turning Point Coffee - Hadirkan Kopi House Blend Kualitas Premium

Ads
Kedai kopi modern di Indonesia saat ini semakin marak. Apalagi masyarakat sangat gemar minum kopi. Tak heran jika di tengah serbuan gerai kopi asing, saat ini banyak muncul kedai kopi yang menjadi tempat nongkrong kalangan anak muda. Salah satunya Turning Point Coffee milik Angeline Lauwrence (29) dan Joseph Erwin (34) yang mampu menjual 90 cups minuman kopi sehari. Apa keistimewaannya ?

Turning Point Coffee - Hadirkan Kopi House Blend Kualitas Premium

Minum kopi saat ini tak sekadar untuk mengisi waktu atau mengurangi rasa kantuk. Antusias masyarakat penikmat kopi semakin meningkat karena kopi sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Terutama bagi kalangan anak muda. Pencinta kopi pun banyak yang membuat komunitas coffee addicted. Kopi menjadi teman nongkrong anak muda untuk sekedar menghabiskan waktu mereka. Tak heran jika banyak pelaku usaha yang semakin banyak membuat bisnis kedai kopi melihat peluang yang cukup menjanjikan. Pantauan Info Kuliner tertuju pada salah satu kedai kopi di kawasan Serpong, Tangerang Selatan. Lokasinya di ruko Golden Serpong dengan interior ruangan berwarna putih.

Angeline Lauwrence (29) dan Joseph Erwin (34)

Angeline dan Joseph terinspirasi merintis Turning Point dari pengalaman mereka ketika tinggal selama 10 tahun di Melbourne, Australia. Di tahun 2011, ketika itu Angeline yang sudah lulus dari sekolah diplomanya di jurusan Social Science RMIT Melbourne tengah bekerja sebagai barista di salah satu café di Melbourne, dan ia bertemu dengan salah satu roaster coffee (membuat biji kopi yang siap pakai) asal Indonesia yang juga bekerja di Melbourne. Sang roaster coffe tersebut menginformasikan bahwa di Indonesia, petani kopi sangat banyak dan Indonesia kaya akan kopinya namun kehidupan para petani masih banyak yang sulit. Dari sanalah tebersit ide Angeline dan Joseph untuk memulai usaha kedai kopi yang tujuannya tidak hanya secara financial namun juga memberikan manfaat bagi orang banyak, “Tujuan kami membuka kedai kopi selain melihat antusias masyarakat besar terhadap kopi, kami juga ingin menaikkan taraf hidup petani kopi di Indonesia," ujar Angeline.

Ketika kembali ke Indonesia di tahun 2014 pada Juni, Angeline dan Joseph tak langsung membuka Turning Point melainkan keduanya masih melihat pangsa pasar terhadap kopi dengan menjadi guest barista di beberapa kedai kopi di Jakarta. “Iya misalnya saja ABCD Coffee yang di Pasar Santa, mereka mengundang kami untuk serve pelanggan menggunakan kopi yang kami bawa dari Melbourne,” terang Angeline. Dari sanalah Angeline dan Joseph mulai aktif menawarkan kopi kreasi mereka meski belum memiliki tempat ketika itu. Uniknya, mereka mengenalkan minuman kopi buatannya melalui sosial media lnstagram. Akhirnya di bulan Desember 2014, Angeline dan Joseph resmi membuka kedai kopi yang diberi nama Turning Point. Diceritakan oleh Angeline modal awal untuk membuka kedai kopi ini sebesar Rp 1,5 miliar dan belum termasuk sewa tempat selama setahun sebesar Rp 80 juta. Diakui Angeline modal awal yang besar dikarenakan peralatan untuk membuat kopi tidaklah murah, dan untuk merenovasi kedai pun cukup memakan biaya. Dari pengalaman Angeline selama tiga tahun sebagai barista, keduanya pun tak perlu menguji resep kopi buatannya. Keduanya hanya mempercayakan kualitas kopi dari supplier kopi mereka, terlebih supplier kopinya pun sudah terlebih dahulu menjadi pelanggan kalangan kedai kopi yang sudah lebih dulu eksis seperti Tanamera.

Instagram dan Mouth To Mouth.
Diceritakan Angeline, dalam memulai usaha kedai kopi Turning Point mereka memang lebih mengandalkan kekuatan sosial media untuk memperkenalkan minuman kopi kreasinya. Awal mula Turning Point dikenal di masyarakat dari Instagram Turning Point. “Sosial media itu sangat membantu kami dalam memasarkan Turning Point ini, dan kami sudah memiliki instagram Turning Point sebelum memiliki usaha,” jelas Angeline. Di dalam lnstagram Turning Point, Angeline dan Joseph juga kerap melakukan share kegiatan mereka ketika menjadi guest barista di beberapa tempat kedai kopi di Jakarta. “Ketika buka kami hanya bercerita melalui akun instagram, dan followers pun banyak yang datang ke Turning Point, ditambah kami memiliki beberapa pelanggan saat menjadi guest barista di beberapa kedai kopi waktu itu, ujar Angeline. Tak membutuhkan waktu lama, kini dalam waktu setengah tahun sejak berdiri, Kedai kopi Turning Point pun semakin banyak diminati oleh pencinta kopi Indonesia, khususnya kalangan anak muda. Tak heran jika dalam seharinya Turning Point mampu menjual 90 cups kopi.

Varian Kopi.
Minuman kopi yang ditawarkan oleh Turning Point dibagi dua jenis, yaitu menu Hot Caffeine seperti Short Long Black, Short Long Macchiato, Piccolo, Flat White, Cappuccino, Eatte, Mocha, Affogato, Brogato, Split Shot, dan Filter Coffee. Sedangkan pada menu Hot Non Caffeine ada beberapa menu kopi seperti Hot Chocolate, Milk Honey, Babycinno, Milk Chai dan Tea by Havilla. Varian harganya pun terjangkau untuk beberapa kalangan, untuk satu gelas kopi dipatok dari harga Rp 25 ribu - Rp 50 ribu. Angeline dan Joseph juga menyediakan menu pendamping yang ditawarkan dengan harga Rp 25 ribu - Rp 40 ribu. Dan untuk menu pendamping tidaklah terlalu berat, menunya sangat light untuk menemani pelanggan meminum kopi seperti Cake by Lareia, Pie by Lareia, Doughnut by Afteraise, Croissant by Beau, Viennoseries by Beau, Ham & Cheeses Croissant, Toasted Foccacia, Smoked Salmon Dip, dan Granola. Beberapa menu pendamping seperti Cake, Doughnut, Croissant, dan Viennoseries tidak dibuat sendiri namun merupakan diperoleh dari supplier dengan sistem titip jual di kedai kopinya. Menu pendamping lain ada yang dibuat sendiri, namun dipilih dari jenis yang mudah dan praktis dibuat.



Varian Kopi Turning Point

Bahan Baku Kopi.
Menurut Angeline, konsep kedai kopi di Turning Point adalah “Specialty Roaster Coffee,” jadi kopi-kopi di sini tidak menggunakan campuran sirup untuk mengubah rasa pada kopi, namun lebih ditekankan pada penguatan rasa masing-masing varian minuman kopi. “Kami sudah tahu bahwa kopi di tiap negara dan wilayah memiliki rasa dan karakter tersendiri, jadi kami tidak menggunakan sirup untuk mengubah rasa pada kopi,” ujar Angeline. Penguatan rasa pada kopi ini menurut Angeline bertujuan untuk mengedukasi pelanggan Turning Point, bahwa setiap kopi memiliki karakter tersendiri dan berbeda-beda, sehingga tidak perlu menggunakan sirop. Tak hanya itu, dikarenakan Angeline dan Joseph tidak ingin mengecewakan pelanggan, mereka pun memilih biji kopi kualitas premium yang didapatkan dari roaster coffee lokal. Roaster coffee ini akan memproses biji kopi dari para petani dengan memanggang biji kopi mentah menjadi kopi matang. Dalam proses roasting, biji kopi mentah akan dimasukkan ke dalam mesin roasting. Setelah itu kopi akan berubah warna dari hijau, kuning, kuning kecokelatan, cokelat muda, cokelat tua, cokelat kehitaman hingga hitam. Aromanya pun berubah pada setiap menit proses roasting kopi.

Angeline juga menjelaskan bahwa selama ini Turning Point memperoleh biji kopi dari supplier roaster coffee lokal yang memang sudah terbukti akan kualitas premiumnya, misalnya saja Tanamera, Common Grounds, Seven Seeds, ataupun Four Chairs. Dan semua supplier memberikan House Blend (kopi yang berasal dari campuran beberapa jenis bubuk kopi yang memiliki takaran tertentu) khusus untuk Turning Point.”Kami memang memilih biji kopi premium yang berkualitas, walaupun mahal tapi kami tidak ingin mengecewakan pelanggan kami terutama para pencinta kopi,” ujar Angeline. Harga yang diberikan supplier berkisar Rp 300 ribu - Rp 400 ribu per kg, dan dalam seharinya Turning Point mampu menghabiskan 4 kg biji kopi untuk membuat minuman kopi bagi para pelanggannya. Pada penggunaan bahan baku lainnya misalnya susu, Angeline dan Joseph memilih produk Greenfields karena menurut Angeline, susu Greenfields terasa enak dan harganya juga terjangkau untuk usaha mereka.

Cara Membuat Kopi.
Tentu saja dalam membuat kopi misalnya saja untuk membuat satu gangkir kopi, biji kopi diambil menggunakan scoop kopi lalu biji kopi di grind atau digiling menggunakan mesin kopi hingga menjadi espresso lalu tuangkan di cangkir, setelah itu susu dibuat berbusa (froth milk), kemudian dituang ke atas espresso dalam bentuk latte art untuk membuat susu bisa berbusa. menggunakan alat french press yang dikocok ke atas ke bawah dengan kecepatan yang sesuai. Pertama panaskan susu sampai suhunya 65-70 derajat celcius. Kemudian masukkan ke dalam french press dan kocok susu tersebut ke atas ke bawah sampai menimbulkan busa sesuai selera.

Omset
Melihat antusias pencinta kopi begitu besar, tak heran jika penjualan kopi Turning Point pun cukup menjanjikan. “Seharinya rata-rata kopi kami terjual sekitar 90 cups pada hari biasa, sedangkan pada waktu weekénd bisa dua kali lipat dari hari biasa,” ujar Angeline. Jika diasumsikan dalam seharinya pada hari biasa Angeline dan Joseph mendapatkan omset sekitar Rp 3,150 juta, sedangkan pada weekend mencapai Rp 6,3 juta seharinya. Jadi, jika keduanya digabungkan, maka asumsi omset Angeline dan Josepfi dalam sebulan mampu mencapai Rp 107.100.000 per bulan. Saat ini Turning Point memiliki 15 karyawan, dengan gaji per orangnya sebesar Rp 2,4 juta, maka dalam sebulan Angeline dan Joseph mengeluarkan sebesar Rp 36 juta untuk gaji pegawai. Dan pengeluaran lainnya terletak pada bahan baku biji kopi, seharinya Turning Point mampu menghabiskan 4 kg biji kopi dan biji kopinya seharga Rp 400 ribu per kg, maka jika diasumsikan pengeluaran untuk biji kopi mencapai Rp 1,6 juta seharinya, atau dalam sebulan Rp 48 juta. Untuk keuntungan bersih per bulan yang diperoleh dari Turning Point sekitar Rp 21 juta atau 19,07%.

Prospek Usaha Kedai Kopi.
Diceritakan Angeline untuk ke depannya ia dan Joseph berencana menjadi roaster coffee sehingga bisa lebih membantu kehidupan petani kopi secara layak. “Iya, untuk saat ini kami sedang mempelajari lebih dalam tentang kopi, karena goal kami ingin menjadi roaster kopi,” ujar Angeline.

Info Lebih Lanjut Dapat Menghubungi:
TURNING POlNT
Jalan Ki Hajar Dewantara, Ruko Golden 8 Extension Blok K no.10, Gading Serpong.

Artikel Terkait